A.
UNSUR INTRINSIK
I.
Tema
Tema
Novel Hafalan Shalat Delisa adalah Perjuangan Seorang Anak Kecil dalam
Menghafal Bacaan Shalat.
II.
Tokoh:
• Delisa
• Ummi Salammah
• Fatimah
• Aisyah
• Zahra
• Abi Usman
• Umam
• Tiur
• Ustad Rahman
• Pak Cik Acan
• Smith Adam
• Shopie
• Delisa
• Ummi Salammah
• Fatimah
• Aisyah
• Zahra
• Abi Usman
• Umam
• Tiur
• Ustad Rahman
• Pak Cik Acan
• Smith Adam
• Shopie
III. Penokohan
Tokoh-tokoh
dan watak dalam novel Hafalan Shalat Delisa, yaitu
1.
Delisa
·
Pantang
Menyerah ( Badannya terus terseret. Ya Allah, Delisa ditengan sadar dan
tidaknya ingin sujud... Ya Allah, Delisa ingin sujud dengan sempurna. Delisa
sekarang hafal bacaannya... Delisa tidak lupa seperti tadi shubuh (Hafalan
Shalat Delisa, hal. 71))
·
Penyayang
("Delisa.... D-e-l-i-s-a cinta Ummi... Delisa c-i-n-t-a Ummi karena Allah
(Hafalan Shalat Delisa, hal. 53)
2. Ummi Salamah
·
Rendah
Hati ("ah nggak usah. Biar saya bayar penuh Koh Acan!" (Hafalan
Shalat Delisa, hal. 19)
·
Sabar
("Bukan, sayang... Kan kita udah janji, kamu nggak akan pegang kalungnya
sebelum kamu hafala seluruh bacaan shalat! sebelum lulus dari ujian Ibu Guru
Nur (Hafalan Shalat Delisa, hal. 22)
·
Perhatian
("Kamu kenapa, sayang?" ; "Kamu sakit?" (Hafalan Shalat
Delisa, hal. 27)
3.
Kak Fatimah
·
Tegas
(" Ais, kamu memangnya nggak bisa bangunin delisa nggak pakai
teriak-teriak apa?" (Hafalan Shalat Delisa, hal.2))
·
Sabar
(" Delisa bangun, sayang... Shubuh!" (Hafalan Shalat Delisa, hal 2))
4.
Kak Aisyah
·
Keras
Kepala (" Yee, Delisa jangankan digerak-gerakkan kencang-kencang, speaker
meunasah ditaruh di kupingnya saja, ia nggak bakal bangun-bangun juga."
(Hafalan Shalat Delisa, hal. 2)
·
Egois
("Makanya kamu cepetan menghafal bacaannya.... bikin repot saja!" (Hafalan
Shalat Delisa, hal. 8)
·
Iri
("Kenapa Delisa dapat kalung yang lebih bagus! kenapa kalung Delisa lebih
bagus dibandingkan dengan kalung Aisyah... lebih bagus dari kalung Zahra...
kalung Kak Fatimah." (Hafalan Shalat Delisa, hal.32)
5.
Kak Zahra
·
Sabar
("Iya! Tapi kamu nyarinyakan bisa lebih pelan sedikit? Nggak mesti merusak
lipatan pakaian yang lainkan?" (Hafalan Shalat Delisa, hal.49)
6.
Ustadz Rahman
·
Pengetian
("Biar nggak kebolak-balik kamu mesti menghafalnya berkali-kali... Baca
berkali-kali... nanti nggak lagi! Nanti pasti terbiasa." (Hafalan Shalat
Delisa, hal.38))
7.
Abi Usman
·
Pengertian
("Tentu saja Delisa bisa menghafalnya kembali. Insya Allah jauh lebih
cepat sekarang... Kan, Delisa pernah menghafal sebelumnya (Hafalan Shalat
Delisa, hal.151)
·
Perhatian
("Bagaimana sayang, apakah Delisa sudah merasa baikan?" (Hafalan
Shalat Delisa, hal. 226)
IV. Latar
1. Latar Tempat
·
Lhok
Nga
menggetarkan
langit-langit Lhok Nga yang masih gelap (Hafalan Shalat Delisa, hal.1)
·
Kamar
Rawat
Shopi
melangkah keluar kamar, entah mengambil apa (Hafalan Shalat Delisa, hal.132)
·
Hutan
Sersan
Ahmed berlari menuju semak belukar tersebut. (Hafalan Shalat Delisa, hal.109)
·
Tenda
darurat
Delisa
menatap tenda-tenda yang berjejer rapi tersebut (Hafalan Shalat Delisa,
hal.156)
2.
Latar Waktu
·
Pagi
hari
Adzan
shubuh dari meunasah terdengar syahdu (Hafalan Shalat Delisa, hal.1)
Cahaya
matahari menyemburat dari balik bukit yang memagari kota (Hafalan Shalat
Delisa, hal.5)
·
Siang
hari
Sinar
terik matahari mengembalikan panca-indranya (Hafalan Shalat Delisa, hal.92)
·
Sore
hari
Matahari
bergerak menghujam bumi semakin rendah. Jingga memenuhi langit (Hafalan Shalat
Delisa, hal.46)
·
Dini
Hari
Malam
ketiga ketika Delisa terbaring tak berdaya. Pukul 02.45 (Hafalan Shalat Delisa,
hal.112)
3.
Setting Suasana
·
Ramai
Pasar
Lhok Nga ramai sekali. Hari Ahad begini. Semua seperti sibuk berbelanja
(Hafalan Shalat Delisa, hal.19)
·
Senang
"Delisa
boleh pilih kalungnya sendiri, kan? Seperti punya Kak Fatimah, punya Kak Zahra
atau, seperti punya Kak Aisyah!" (Hafalan Shalat Delisa, hal.17)
·
Sedih
Sungguh
semua hancur. Sungguh semuanya musnah. Ya Allah, kami belum pernah melihat
kehancuran seperti ini. Kota ini tak bersisa, kota ini luluh lantak hanya
meninggalkan berbilang kubah masjid, kota itu menjadi cokelat, kota ini tak
berpenghuni lagi. Kota ini! Kota itu! (Hafalan Shalat Delisa, hal.81)
V.
Alur
Alur
yang ada dalam novel "Hafalan Shalat Delisa", yaitu alur maju. Hal
ini dibuktikan oleh beberapa tahapan sebagai berikut :
·
Pengenalan/
awal cerita
Awal
cerita dalam novel ini didahului oleh sebuah keluarga yang memiliki seorang
anak bernama Delisa. Delisa adalah anak kecil berumur 6 tahun yang sedang
berusaha menghafal bacaan shalatnya. Delisa selalu susah untuk menghafal bacaan
shalatnya. Setiap shalat Kak Aisyah membaca keras-keras bacaan shalatnya agar
Delisa lebih mudah untuk menghafal bacaan shalatnya. Kak Aisyah selalu
menjahili Delisa. Abi Delisa bekerja di pertambangan minyak sehingga Abi Delisa
pulang 1 bulan sekali.
·
Timbulnya
konflik / titik awal pertikaian
Awal
pertikaian ditunjukan ketika delisa akan dibelika kalung oleh ibu sebagai
hadiah telah menghafal bacaan shalatnya. Namun kalung yang delisa beli berbeda
dengan kalung yang dibelikan ibu kepada kakak-kakaknya. Hal tersebut membuat
Kak Aisyah merasa cemburu atau iri terhadap kalung yang dibelikan ibu kepada
Delisa
·
Puncak
konflik/titik puncak cerita
Titik
puncak certita adalah ketika Delisa sedang menjalani tes hafalan bacaan shalat
oleh Ibu Guru Nur. Ketika itu tiba-tiba saja kota Aceh dilanda gempa yang
sangat kuat. Gempa itu berskala 9.1 SR. Delisa yang sedang tes tetap
melanjutkannya, tidak peduli kondisi sekitar seperti apa. Padahal semua murid
yang sedang menunggu giliran sudah berhamburan keluar sekolah. Namun Ibu Guru
Nur tetap setia menemani Delisa. Setelah gempa mereda, air laut seketika naik
sangat tinggi, menyebabkan para nelayan berlari kesana-kesini. Ternyata gempa
itu disertai dengan tsunami. Air dengan arus yang sangat dahsyat menerjang
tubuh mungil Delisa yang sedang menjalani tes. Abi yang tau berita ini lewat
televisi, langsung meminta cuti ke bosnya untuk kembali ke aceh dan segera
mengetahui kondisi keluarganya. Namun ketika Abi sampai di Aceh, dia mendapat
berita yang menyedihkan. Abi di beritahu oleh Koh Acan bahwa semua anggota
keluarganya telah meninggal. Hanya tinggal Delisa sajalah yang sampai saat ini
belum ditemukan juga.
·
Antiklimaks
Antiklimaks
dalam novel ini ketika Delisa telah merelakan kepergian seluruh anggota
keluarganya kecuali Abi. Delisa tidak akan pernah membahas Ummi didepan Abi.
Delisa tidak ingin membuat Abi sedih. Dan semenjak kejadian itu Delisa lupa
akan semua hafalan shalat yang pernah ia hafal. Delisa berusaha untuk
menghafalnya lagi namun hal terserbut malah semakin sulit untuk dihafal.
·
Penyelesaian
Masalah
Pada
akhirnya, Delisa tersadar hal apa yang dapat membuat lupa akan hafalan
shalatnya itu. Hal itu adalah Delisa menghafal bacaan shalatnya hanya demi
mendapat kalung dari Ummi. Delisa menghafal bacaan shalatnya agar mendapat
imbalan dari Ummi. Dan sekarang Delisa sudah dapat mengingat seluruh hafalan
shalatnya karena Delisa memiliki satu niat, yaitu ikhlas dalam melakukan apapun
dan jangan mengharapkan suatu imbalan.
VI. Sudut
Pandang
Sudut
pandang yang digunakan pengarang dalam novel tersebut, yaitu sudut pandang
orang ketiga serba tahu. Hal ini dibuktikan oleh pengarang yang selalu menyebut
nama tokoh-tokoh pemeran dalam novel tersebut, dimana seakan-akan pengarang
begitu mengerti perasaan yang dialami tokoh dalam cerita.
"Ummi
Salamah terpana. Ya Allah, kalimat itu sungguh indah. Ya Allah... kalimat itu
membuat hatinya meleleh seketika" (Hafalan Shalat Delisa, hal.53)
VII. Gaya
Bahasa
·
Gaya
Hiperbola
"Ya
Allah... kalimat itu membuat hatinya meleleh seketika" (Hafalan Shalat
Delisa, hal.53)
"Ya
Allah, tubuh itu bercahaya. Tubuh yang ditatapnya bercahaya.
Berkemilauan-menakjubkan. Lihatlah! lebih indah dari tujuh pelangi dijadikan
satu" (Hafalan Shalat Delisa, hal.108)
·
Gaya
Personifikasi
"Gelombang
tsunami sudah menghantam bibir pantai" (Hafalan Shalat Delisa, hal.70)
"Terlambat,
gelombang itu menyapu lebih cepat" (Hafalan Shalat Delisa, hal.70)
·
Gaya
Metafora
"Pohon-pohon
bertumbangan bagai kecambang tauge yang akarnya lemah menunjang" (Hafalan
Shalat Delisa, hal.70)
VIII. Amanat
Amanat
yang dapat diambil dari novel ini adalah apabila kita memiliki kemauan pasti
ada jalannya. Kalau kita ingin mencapai suatu harapan hanya untuk sebuah
imbalan itu percuma, karena hal yang kita lakukan tersebut tidak berasal dari
hati kita sendiri tapi berasal dari nafsu kita untuk mendapat imbalan tersebut.
Sebaiknya kita melakukan apapun sesuai dengan hati kita, jangan pernah
mengharapkan suatu imbalan apapun terhadap perkejaan atau suatu harapan yang
kita inginkan. Dan satu lagi sebaiknya kita juga melakukan apapun dengan hati yang
lapang dan ikhlas.
B. UNSUR
EKSTRINSIK
·
Budaya
Budaya
yang ada di dalam novel ini adalah ketika semua anak Ummi Salamah telah lulus
dalam hafalan membaca shalatnya maka sebagai hadiahnya, Ummi membelikan sebuah
kalung sebagai hadiahnya. Hal ini dibuktikan dalam percakapan berikut :
"Delisa boleh
pilih kalungnya sendiri, kan? Seperti punya Kak Fatimah, punya Kak Zahra atau,
seperti punya Kak Aisyah!" (Hafalan Shalat Delisa, hal.17)
·
Agama
Dalam
novel ini nilai agama yang terkandung sangat kuat, karena semua anak-anak Ummi
Salamah diwajibkan menghafal bacaannya shalatnya dan diwajibkan untuk shalat
sesuai dengan waktunya. Semua anak Ummi Salamah belajar mengaji di TPA bersama
Ustadz Rahman. Hal ini dibuktikan dalam percakapan berikut :
"
Delisa bangun, sayang... Shubuh!"
·
Biografi pengarang
dan novel
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Tahun Pertama Terbit: 2007
Jumlah Halaman: 248
hafalan Sholat Delisa novel fiksi dengan judul yang sama, karya Tereliye. Novelnya terbit pada tahun 2005 silam, namun filmnya baru saja dirilis di tahun 2011 ini. Entah mengapa alasannya hingga Sony Gaokasak baru membuat Film ini 6 tahun setelah terbitnya novel tersebut. Padahal, sejak 2 tahun novelnya terbit, bukunya sudah hampir 4 kali cetak. Novel ini laris dan dapat di sejajarkan dengan novel populer lainnya.
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Tahun Pertama Terbit: 2007
Jumlah Halaman: 248
hafalan Sholat Delisa novel fiksi dengan judul yang sama, karya Tereliye. Novelnya terbit pada tahun 2005 silam, namun filmnya baru saja dirilis di tahun 2011 ini. Entah mengapa alasannya hingga Sony Gaokasak baru membuat Film ini 6 tahun setelah terbitnya novel tersebut. Padahal, sejak 2 tahun novelnya terbit, bukunya sudah hampir 4 kali cetak. Novel ini laris dan dapat di sejajarkan dengan novel populer lainnya.
·
Nilai Moral
Dalam Hafalan Sholat Delisa ini di gambarkan nilai-nilai moral yang sangat kental. Kita dapat menganalisi dari keadaan sosial dan kegiatan masyarakat di daerah tersebut. Sangat sopan dan juga sangat mengutamakan nilai-nilai agama dan budaya islam.
Dalam Hafalan Sholat Delisa ini di gambarkan nilai-nilai moral yang sangat kental. Kita dapat menganalisi dari keadaan sosial dan kegiatan masyarakat di daerah tersebut. Sangat sopan dan juga sangat mengutamakan nilai-nilai agama dan budaya islam.
·
Nilai Sosial
Dalam novel tersebut banyak sekali nilai sosial yang tertoreh, sebagai contoh kebersamaan seorang ibu yang menyayangi ke-4 ankanya dengan sabar. walau dalam keluarganya tersebut tidak hadirnya seorang ayah. Namun keluargan tersebut dapat hiup sejahtera dan tentram.
Dalam novel tersebut banyak sekali nilai sosial yang tertoreh, sebagai contoh kebersamaan seorang ibu yang menyayangi ke-4 ankanya dengan sabar. walau dalam keluarganya tersebut tidak hadirnya seorang ayah. Namun keluargan tersebut dapat hiup sejahtera dan tentram.
·
Amanat
Dalam hal amanah, dalam novel ini pun kita dapat mengambil makna dan juga hikmahnya. Sebagai contoh, anda dapat meneladani sifat dan sikap seorang anak yang bernama Delisa ini, dia mengalami pahitnya hidup, namun dia tetap menjalani hidupnya dengan tabah dan sabar. intinya, manusia hidup didunia harus tetap bersyukur dengan apa yang telah diberikan oleh Allah SWT. Dan tetap sabar menjalani hidup walau banyak cobaan dari-NYA.
Dalam hal amanah, dalam novel ini pun kita dapat mengambil makna dan juga hikmahnya. Sebagai contoh, anda dapat meneladani sifat dan sikap seorang anak yang bernama Delisa ini, dia mengalami pahitnya hidup, namun dia tetap menjalani hidupnya dengan tabah dan sabar. intinya, manusia hidup didunia harus tetap bersyukur dengan apa yang telah diberikan oleh Allah SWT. Dan tetap sabar menjalani hidup walau banyak cobaan dari-NYA.
·
Realita
Dalam novel ini banyak realita yang tertoreh, dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang tua yang kurang peduli dengan nilai keagamaan anaknya. Kita juga dapat melihat sekitar kita, banyak anak-anak yang kurang peduli dengan kegiatan keagamaannya seperti contoh kurang minat untuk menghafalkan doa-doa sholat dan membaca Al-Quran.
Dalam novel ini banyak realita yang tertoreh, dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang tua yang kurang peduli dengan nilai keagamaan anaknya. Kita juga dapat melihat sekitar kita, banyak anak-anak yang kurang peduli dengan kegiatan keagamaannya seperti contoh kurang minat untuk menghafalkan doa-doa sholat dan membaca Al-Quran.
·
Relafansi
Hafalan Sholat Delisa sangat layak di tonton bersama dengan keluarga tercinta. Cerita yang terkandung dalam film ini sangat bagus dan sangat baik untuk di terapkan dalam kehidupan beragama dan berkeluarga.
Hafalan Sholat Delisa sangat layak di tonton bersama dengan keluarga tercinta. Cerita yang terkandung dalam film ini sangat bagus dan sangat baik untuk di terapkan dalam kehidupan beragama dan berkeluarga.
Sinopsis Novel
Hafalan Salat Delisa
Novel
ini menceritakan seorang anak perempuan berumur enam tahun yang bernama Delisa.
Delisa adalah seorang anak yang lugu, polos, dan suka bertanya. Ia anak bungsu
dari empat bersaudara dalam keluarganya, kakak-kakaknya bernama Cut Fatimah,
Cut Zahra, dan Cut Aisyah. Mereka berdomisili di Aceh, tepatnya di Lhok Nga.
Abinya bernama Usman dan uminya bernama Salamah.
Delisa
mendapatkan tugas dari Ibu Guru Nur, yakni tugas menghafal bacaan sholat yang
akan disetorkan pada hari minggu tanggal 26 Desember 2004. Motivasi dari Ummi
yang berjanji akan memberikan hadiah jika ia berhasil menghafalkan bacaan
sholat membuat semangat Delisa untuk menghafal. Ummi telah menyiapkan hadiah
kalung emas dua gram berliontin D untuk Delisa, sedangkan Abi akan membelikan
sepeda untuk hafalan sholatnya jikalau lulus. Pagi itu hari minggu tanggal 24
Desember 2004, Delisa mempraktikkan hafalan sholatnya di depan kelas. Tiba-tiba
Gempa bumi berkekuatan 8,9 SR yang disertai tsunami melanda bumi Aceh. Seketika
keadaan berubah. Ketakutan dan kecemasan menerpa setiap jiwa saat itu. Namun,
Delisa tetap melanjutkan hafalan sholatnya. Ketika hendak sujud yang pertama,
air itu telah menghanyutkan semua yang ada, menghempaskan Delisa. Shalat Delisa
belum sempurna. Delisa kehilangan Ummi dan kakak-kakaknya. Enam hari Delisa
tergolek antara sadar dan tidak. Ketika tubuhnya ditemukan oleh prajurit Smith
yang kemudian menjadi mu’alaf dan berganti nama menjadi prajurit Salam. Bahkan
pancaran cahaya Delisa telah mampu memberikan hidayah pada Smith untuk
bermu’alaf.
Beberapa
waktu lamanya Delisa tidak sadarkan diri, keadaannya tidak kunjung membaik juga
tidak sebaliknya. Sampai ketika seorang ibu yang di rawat sebelahnya melakukan
sholat tahajud, pada bacaan sholat dimana hari itu hafalan shalat Delisa
terputus, kesadaran dan kesehatan Delisa terbangun. Kaki Delisa harus
diamputasi. Delisa menerima tanpa mengeluh. Luka jahitan dan lebam disekujur
tubuhnya tidak membuatnya berputus asa. Bahkan kondisi ini telah membawa ke
pertemuan dengan Abinya. Pertemuan yang mengharukan. Abi tidak menyangka Delisa
lebih kuat menerima semuanya. Menerima takdir yang telah digariskan oleh Allah.
Beberapa
bulan setelah kejadian tsunami yang melanda Lhok Nga, Delisa sudah bisa
menerima keadaan itu. Ia memulai kembali kehidupan dari awal bersama abinya.
Hidup di barak pengungsian yang didirikan sukarelawan lokal maupun asing. Hidup
dengan orang-orang yang senasib, mereka korban tsunami yang kehilangan
keluarga, sahabat, teman dan orang-orang terdekat. Beberapa bulan kemudian,
Delisa mulai masuk sekolah kembali. Sekolah yang dibuka oleh tenaga
sukarelawan. Delisa ingin menghafal bacaan sholatnya. Akan tetapi susah, tampak
lebih rumit dari sebelumnya. Delisa benar-benar lupa, tidak bisa mengingatnya.
Lupa juga akan kalung berliontin D untuk delisa, lupa akan sepeda yang di
janjikan abi. Delisa hanya ingin menghafal bacaan sholatnya.
Akhir
dari novel ini, Delisa mendapatkan kembali hafalan sholatnya. Sebelumnya malam
itu Delisa bermimpi bertemu dengan umminya, yang menunjukkan kalung itu dan
permintaan untuk menyelesaikan tugas menghafal bacaan sholatnya. Kekuatan itu
telah membawa Delisa pada kemudahan menghafalnya. Delisa mampu melakukan Sholat
Asharnya dengan sempurna untuk pertama kalinya, tanpa ada yang terlupa dan terbalik.
Hafalan sholat karena Allah, bukan karena sebatang coklat, sebuah kalung,
ataupun sepeda. Suatu ketika, Delisa sedang mencuci tangan di tepian sungai,
Delisa melihat ada pantulan cahaya matahari sore dari sebuah benda, cahaya itu
menarik perhatian Delisa untuk mendekat. Delisa menemukan kalung D untuk Delisa
dalam genggaman tangan manusia yang sudah tinggal tulang. Tangan manusia yang
sudah tinggal tulang itu tidak lain adalah milik Ummi Delisa. Delisa sangat
terkejut.
RESENSI
NOVEL HAFALAN SHOLAT DELISA

Judul :
Hafalan Sholat Delisa
Pengarang :
Darwis Tere Liye
Jumlah halaman :
309 halaman
Buku ini menceritakan kisah seorang
anak kecil dari Lhok Nga, Aceh, yang sedang berusaha menghafalkan bacaan
sholat. Ummi-nya berjanji akan memberikan kalung indah dengan huruf D
sebagai hadiah jika Delisa berhasil menyelesaikan hafalan sholatnya.
26 Desember 2004 adalah hari dimana
Delisa dan teman-teman sekolahnya sedang praktik sholat. Saat tiba giliran
Delisa maju, saat untuk pertama kalinya ia akan melakukan sholat sempurna.
Sebab, ia telah hafal seluruh bacaan sholat. Namun, saat itu juga gelombang
tsunami menghempaskan tubuhnya. Meski begitu, ia teringat ucapan sang ustadz
bahwa ketika sholat, kita harus khusyuk. Demi menjalankan nasihat itu, meski
tsunami menerjangnya ia tetap dalam keadaan sedang sholat. Dalam
keadaan tersebut, saat ia terombang-ambing oleh air bah, ia ingin sujud !
sampai akhirnya ia pingsan dan tersangkut di semak.
Ia akhirnya ditemukan oleh seorang
tentara Amerika yang bertugas mengevakuasi korban. Ia melihat tubuh Delisa
bercahaya di tempat ia pingsan. Di sekitar tubuh Delisa, semak-semak itu
berbunga. Putih bersih. Setelah melihat kejadian itu sang tentara, Smith,
menjadi mualaf. Delisa pun dibawa ke kapal induk yang Smith tumpangi.
Disanalah berbagai cerita
mengharukan terjadi. Kaki kanannya diamputasi. Delisa juga kehilangan
memori hafalan sholat dan ia berusaha keras mengingatnya. Kisah dimana ia
kehilangan ummi dan ketiga kakak perempuannya. Hanya Abi-nya yang
masih hidup, sebab saat tsunami melanda bumi Aceh, ia sedang bertugas ke luar
negri.
Buku ini sungguh membuka mata kita
bahwa keikhlasan dalam beribadah sangat diutamakan. Hal ini dianalogikan dalam
kisah Delisa saat ia menghafal bacaan sholat demi kalung dari ummi-nya.
Lambat laun, Delisa sadar bahwa dalam menghafal bacaan sholat, ia harus ikhlas.
Hanya untuk Alloh. Sama saat ia mengucapkan kata-kata menyejukkan kepada ummi-nya
dahulu : “Delisa sayang Ummi karena Alloh”. Makna keikhlasan dituangkan
oleh penulis lewat kisah seorang anak kecil yang bahkan belum memahami apa
makna keikhlasan. Pun juga kita sebagai pembaca akan terasa sangat tersindir.
Dalam penyajiannya, sang penulis
menggunakan sudut pandang ketiga. Hampir sama dengan sudut pandang novel
Toto-chan, meskipun isinya jelas berbeda. Namun, perasaan yang dialami oleh
Delisa akan sangat jelas terasa. Sehingga, saat kita membaca novel ini, kita
seolah menjadi anak kecil dengan pemikiran polos dan keingintahuan yang tinggi.
Saat Delisa mengerti makna keikhlasan, kita juga dapat memahami bagaimana
seorang anak kecil mampu melakukan ibadah hanya karena Alloh. Bukan karena
hadiah, imbalan, atau pujian dari orang lain.
Selain itu, ada beberapa sisi humoris
sang penulis yang ikut menjadi bagian dalam cerita ini. Secara keseluruhan, isi
buku ini sangat luar biasa. Prolog sederhana yang berisi tentang kehidupan
sebuah keluarga yang harmonis lalu tiba-tiba “hancur” karena tsunami. Terdapat
kesan “shocking” saat membaca kisah di dalamnya. Air mata pembaca pun
terkuras saat memahami kata demi kata yang tertulis. Apalagi epilog saat Delisa
berhasil mendapat kalung yang dijanjikan ummi-nya dahulu. Saat itu pula,
Delisa tahu bahwa ummi-nya sudah meninggal.
Terdapat pula beberapa catatan
semacam footnote yang berisi tentang refleksi diri kita dibandingkan
Delisa. Sungguh malu rasanya, sebab apa yang diungkapkan penulis lewat catatan
tersebut merupakan gambaran bahwa kita sebagai orang dewasa ternyata memiliki ghiroh
yang lemah saat ibadah dibandingkan si kecil Delisa.
Meski novel ini sudah difilmkan,
tetap saja membaca dan menonton adalah kegiatan yang berbeda. Sebab, dengan
membaca, amanat dan perasaan tiap tokoh dalam novel akan lebih kita pahami.
Kita pun dilatih untuk berimajinasi mengenai segala alur dan setting
cerita tersebut.
Keunggulan Buku
·
Buku ini disajikan dengan bahasa yang
komunikatif.
·
Dengan jalan ceritanya yang sama dengan
peristiwa di kejadian nyata, memungkinkan pembaca untuk berimajinasi lebih jauh
tentang cerita dari novel itu sendiri.
·
Ceritanya yang universal sehingga dapat
diterima oleh semua kalangan.
Banyak terkandung
amanat-amanat dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang islami dan penuh kasih
sayang.
·
Disertai dengan footnote yang berisi tentang
pelajaran yang dapat diambil pembaca dari cerita yang sedang terjadi pada novel
tersebut.
·
Bahan soft cover berkualitas baik tidak mudah
robek dan rusak
Kelemahan Buku
·
Masih
ada kata-kata yang kurang dapat dimengerti oleh sebagian kalangan, seperti
ayat-ayat suci Al-quran, bahasa daerah, dan lain-lain.
·
Kertas
yang digunakan pada novel ini masih tergolong kualitas rendah , karena kertas
agak tipis dan mudah robek .
·
Di
novel ini mempunyai soft cover dengan bahan yang bagus namun gambar yang digunakan
dalam cover kurang menarik.
Comments
Post a Comment