Skip to main content

RESENSI NOVEL

A. UNSUR INTRINSIK

  I.      Tema
 Tema Novel Hafalan Shalat Delisa adalah Perjuangan Seorang Anak Kecil dalam Menghafal Bacaan Shalat.
    II.          Tokoh:
• Delisa
• Ummi Salammah
• Fatimah
• Aisyah
• Zahra
• Abi Usman
• Umam
• Tiur
• Ustad Rahman
• Pak Cik Acan
• Smith Adam
• Shopie

III.      Penokohan
Tokoh-tokoh dan watak dalam novel Hafalan Shalat Delisa, yaitu

1. Delisa
·                   Pantang Menyerah ( Badannya terus terseret. Ya Allah, Delisa ditengan sadar dan tidaknya ingin sujud... Ya Allah, Delisa ingin sujud dengan sempurna. Delisa sekarang hafal bacaannya... Delisa tidak lupa seperti tadi shubuh (Hafalan Shalat Delisa, hal. 71))
·                  Penyayang ("Delisa.... D-e-l-i-s-a cinta Ummi... Delisa c-i-n-t-a Ummi karena Allah (Hafalan Shalat Delisa, hal. 53)
2.  Ummi Salamah
·                  Rendah Hati ("ah nggak usah. Biar saya bayar penuh Koh Acan!" (Hafalan Shalat Delisa, hal. 19)
·                  Sabar ("Bukan, sayang... Kan kita udah janji, kamu nggak akan pegang kalungnya sebelum kamu hafala seluruh bacaan shalat! sebelum lulus dari ujian Ibu Guru Nur (Hafalan Shalat Delisa, hal. 22)
·                  Perhatian ("Kamu kenapa, sayang?" ; "Kamu sakit?" (Hafalan Shalat Delisa, hal. 27)
3. Kak Fatimah
·                  Tegas (" Ais, kamu memangnya nggak bisa bangunin delisa nggak pakai teriak-teriak apa?" (Hafalan Shalat Delisa, hal.2))
·                  Sabar (" Delisa bangun, sayang... Shubuh!" (Hafalan Shalat Delisa, hal 2))
4. Kak Aisyah
·                  Keras Kepala (" Yee, Delisa jangankan digerak-gerakkan kencang-kencang, speaker meunasah ditaruh di kupingnya saja, ia nggak bakal bangun-bangun juga." (Hafalan Shalat Delisa, hal. 2)
·                  Egois ("Makanya kamu cepetan menghafal bacaannya.... bikin repot saja!" (Hafalan Shalat Delisa, hal. 8)
·                  Iri ("Kenapa Delisa dapat kalung yang lebih bagus! kenapa kalung Delisa lebih bagus dibandingkan dengan kalung Aisyah... lebih bagus dari kalung Zahra... kalung Kak Fatimah." (Hafalan Shalat Delisa, hal.32)
5. Kak Zahra
·                  Sabar ("Iya! Tapi kamu nyarinyakan bisa lebih pelan sedikit? Nggak mesti merusak lipatan pakaian yang lainkan?" (Hafalan Shalat Delisa, hal.49)
6. Ustadz Rahman
·                  Pengetian ("Biar nggak kebolak-balik kamu mesti menghafalnya berkali-kali... Baca berkali-kali... nanti nggak lagi! Nanti pasti terbiasa." (Hafalan Shalat Delisa, hal.38))
          7. Abi Usman
·                  Pengertian ("Tentu saja Delisa bisa menghafalnya kembali. Insya Allah jauh lebih cepat sekarang... Kan, Delisa pernah menghafal sebelumnya (Hafalan Shalat Delisa, hal.151)
·                  Perhatian ("Bagaimana sayang, apakah Delisa sudah merasa baikan?" (Hafalan Shalat Delisa, hal. 226)
IV.      Latar
1. Latar Tempat
·                  Lhok Nga 
menggetarkan langit-langit Lhok Nga yang masih gelap (Hafalan Shalat Delisa, hal.1)
·                  Kamar Rawat
Shopi melangkah keluar kamar, entah mengambil apa (Hafalan Shalat Delisa, hal.132)
·                  Hutan
Sersan Ahmed berlari menuju semak belukar tersebut. (Hafalan Shalat Delisa, hal.109)
·                  Tenda darurat
Delisa menatap tenda-tenda yang berjejer rapi tersebut (Hafalan Shalat Delisa, hal.156)
2. Latar Waktu
·                  Pagi hari
Adzan shubuh dari meunasah terdengar syahdu (Hafalan Shalat Delisa, hal.1)
Cahaya matahari menyemburat dari balik bukit yang memagari kota (Hafalan Shalat Delisa, hal.5)
·                  Siang hari
Sinar terik matahari mengembalikan panca-indranya (Hafalan Shalat Delisa, hal.92)
·                  Sore hari
Matahari bergerak menghujam bumi semakin rendah. Jingga memenuhi langit (Hafalan Shalat Delisa, hal.46)
·                  Dini Hari
Malam ketiga ketika Delisa terbaring tak berdaya. Pukul 02.45 (Hafalan Shalat Delisa, hal.112)
3. Setting Suasana
·                  Ramai
Pasar Lhok Nga ramai sekali. Hari Ahad begini. Semua seperti sibuk berbelanja (Hafalan Shalat Delisa, hal.19)
·                  Senang
"Delisa boleh pilih kalungnya sendiri, kan? Seperti punya Kak Fatimah, punya Kak Zahra atau, seperti punya Kak Aisyah!" (Hafalan Shalat Delisa, hal.17)
·                  Sedih
Sungguh semua hancur. Sungguh semuanya musnah. Ya Allah, kami belum pernah melihat kehancuran seperti ini. Kota ini tak bersisa, kota ini luluh lantak hanya meninggalkan berbilang kubah masjid, kota itu menjadi cokelat, kota ini tak berpenghuni lagi. Kota ini! Kota itu! (Hafalan Shalat Delisa, hal.81)
  V.      Alur
Alur yang ada dalam novel "Hafalan Shalat Delisa", yaitu alur maju. Hal ini dibuktikan oleh beberapa tahapan sebagai berikut :
·                  Pengenalan/ awal cerita
Awal cerita dalam novel ini didahului oleh sebuah keluarga yang memiliki seorang anak bernama Delisa. Delisa adalah anak kecil berumur 6 tahun yang sedang berusaha menghafal bacaan shalatnya. Delisa selalu susah untuk menghafal bacaan shalatnya. Setiap shalat Kak Aisyah membaca keras-keras bacaan shalatnya agar Delisa lebih mudah untuk menghafal bacaan shalatnya. Kak Aisyah selalu menjahili Delisa. Abi Delisa bekerja di pertambangan minyak sehingga Abi Delisa pulang 1 bulan sekali.
·                  Timbulnya konflik / titik awal pertikaian
Awal pertikaian ditunjukan ketika delisa akan dibelika kalung oleh ibu sebagai hadiah telah menghafal bacaan shalatnya. Namun kalung yang delisa beli berbeda dengan kalung yang dibelikan ibu kepada kakak-kakaknya. Hal tersebut membuat Kak Aisyah merasa cemburu atau iri terhadap kalung yang dibelikan ibu kepada Delisa
·                  Puncak konflik/titik puncak cerita
Titik puncak certita adalah ketika Delisa sedang menjalani tes hafalan bacaan shalat oleh Ibu Guru Nur. Ketika itu tiba-tiba saja kota Aceh dilanda gempa yang sangat kuat. Gempa itu berskala 9.1 SR. Delisa yang sedang tes tetap melanjutkannya, tidak peduli kondisi sekitar seperti apa. Padahal semua murid yang sedang menunggu giliran sudah berhamburan keluar sekolah. Namun Ibu Guru Nur tetap setia menemani Delisa. Setelah gempa mereda, air laut seketika naik sangat tinggi, menyebabkan para nelayan berlari kesana-kesini. Ternyata gempa itu disertai dengan tsunami. Air dengan arus yang sangat dahsyat menerjang tubuh mungil Delisa yang sedang menjalani tes. Abi yang tau berita ini lewat televisi, langsung meminta cuti ke bosnya untuk kembali ke aceh dan segera mengetahui kondisi keluarganya. Namun ketika Abi sampai di Aceh, dia mendapat berita yang menyedihkan. Abi di beritahu oleh Koh Acan bahwa semua anggota keluarganya telah meninggal. Hanya tinggal Delisa sajalah yang sampai saat ini belum ditemukan juga.
·                  Antiklimaks
Antiklimaks dalam novel ini ketika Delisa telah merelakan kepergian seluruh anggota keluarganya kecuali Abi. Delisa tidak akan pernah membahas Ummi didepan Abi. Delisa tidak ingin membuat Abi sedih. Dan semenjak kejadian itu Delisa lupa akan semua hafalan shalat yang pernah ia hafal. Delisa berusaha untuk menghafalnya lagi namun hal terserbut malah semakin sulit untuk dihafal.
·                  Penyelesaian Masalah
Pada akhirnya, Delisa tersadar hal apa yang dapat membuat lupa akan hafalan shalatnya itu. Hal itu adalah Delisa menghafal bacaan shalatnya hanya demi mendapat kalung dari Ummi. Delisa menghafal bacaan shalatnya agar mendapat imbalan dari Ummi. Dan sekarang Delisa sudah dapat mengingat seluruh hafalan shalatnya karena Delisa memiliki satu niat, yaitu ikhlas dalam melakukan apapun dan jangan mengharapkan suatu imbalan.
VI.      Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel tersebut, yaitu sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini dibuktikan oleh pengarang yang selalu menyebut nama tokoh-tokoh pemeran dalam novel tersebut, dimana seakan-akan pengarang begitu mengerti perasaan yang dialami tokoh dalam cerita.
"Ummi Salamah terpana. Ya Allah, kalimat itu sungguh indah. Ya Allah... kalimat itu membuat hatinya meleleh seketika" (Hafalan Shalat Delisa, hal.53)
VII.      Gaya Bahasa
·                  Gaya Hiperbola
"Ya Allah... kalimat itu membuat hatinya meleleh seketika" (Hafalan Shalat Delisa, hal.53)
"Ya Allah, tubuh itu bercahaya. Tubuh yang ditatapnya bercahaya. Berkemilauan-menakjubkan. Lihatlah! lebih indah dari tujuh pelangi dijadikan satu" (Hafalan Shalat Delisa, hal.108)



·                  Gaya Personifikasi
"Gelombang tsunami sudah menghantam bibir pantai" (Hafalan Shalat Delisa, hal.70)
"Terlambat, gelombang itu menyapu lebih cepat" (Hafalan Shalat Delisa, hal.70)
·                  Gaya Metafora
"Pohon-pohon bertumbangan bagai kecambang tauge yang akarnya lemah menunjang" (Hafalan Shalat Delisa, hal.70)
VIII.      Amanat
Amanat yang dapat diambil dari novel ini adalah apabila kita memiliki kemauan pasti ada jalannya. Kalau kita ingin mencapai suatu harapan hanya untuk sebuah imbalan itu percuma, karena hal yang kita lakukan tersebut tidak berasal dari hati kita sendiri tapi berasal dari nafsu kita untuk mendapat imbalan tersebut. Sebaiknya kita melakukan apapun sesuai dengan hati kita, jangan pernah mengharapkan suatu imbalan apapun terhadap perkejaan atau suatu harapan yang kita inginkan. Dan satu lagi sebaiknya kita juga melakukan apapun dengan hati yang lapang dan ikhlas.

B. UNSUR EKSTRINSIK
·                  Budaya
Budaya yang ada di dalam novel ini adalah ketika semua anak Ummi Salamah telah lulus dalam hafalan membaca shalatnya maka sebagai hadiahnya, Ummi membelikan sebuah kalung sebagai hadiahnya. Hal ini dibuktikan dalam percakapan berikut :
"Delisa boleh pilih kalungnya sendiri, kan? Seperti punya Kak Fatimah, punya Kak Zahra atau, seperti punya Kak Aisyah!" (Hafalan Shalat Delisa, hal.17)
·                  Agama 
Dalam novel ini nilai agama yang terkandung sangat kuat, karena semua anak-anak Ummi Salamah diwajibkan menghafal bacaannya shalatnya dan diwajibkan untuk shalat sesuai dengan waktunya. Semua anak Ummi Salamah belajar mengaji di TPA bersama Ustadz Rahman. Hal ini dibuktikan dalam percakapan berikut :

" Delisa bangun, sayang... Shubuh!"


·               Biografi pengarang dan novel
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Tahun Pertama Terbit: 2007 
Jumlah Halaman:  248

hafalan Sholat Delisa novel fiksi dengan judul yang sama, karya Tereliye. Novelnya terbit pada tahun 2005 silam, namun filmnya baru saja dirilis di tahun 2011 ini. Entah mengapa alasannya hingga Sony Gaokasak baru membuat Film ini 6 tahun setelah terbitnya novel tersebut. Padahal, sejak 2 tahun novelnya terbit, bukunya sudah hampir 4 kali cetak. Novel ini laris dan dapat di sejajarkan dengan novel populer lainnya.
·               Nilai Moral
Dalam Hafalan Sholat Delisa ini di gambarkan nilai-nilai moral yang sangat kental. Kita dapat menganalisi dari keadaan sosial dan kegiatan masyarakat di daerah tersebut. Sangat sopan dan juga sangat mengutamakan nilai-nilai agama dan budaya islam.
·                 Nilai Sosial
Dalam novel tersebut banyak sekali nilai sosial yang tertoreh, sebagai contoh kebersamaan seorang ibu yang menyayangi ke-4 ankanya dengan sabar. walau dalam keluarganya tersebut tidak hadirnya seorang ayah. Namun keluargan tersebut dapat hiup sejahtera dan tentram.
·                 Amanat
Dalam hal amanah, dalam novel ini pun kita dapat mengambil makna dan juga hikmahnya. Sebagai contoh, anda dapat meneladani sifat dan sikap seorang anak yang bernama Delisa ini, dia mengalami pahitnya hidup, namun dia tetap menjalani hidupnya dengan tabah dan sabar. intinya, manusia hidup didunia harus tetap bersyukur dengan apa yang telah diberikan oleh Allah SWT. Dan tetap sabar menjalani hidup walau banyak cobaan dari-NYA. 
·                 Realita
Dalam novel ini banyak realita yang tertoreh, dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang tua yang kurang peduli dengan nilai keagamaan anaknya. Kita juga dapat melihat sekitar kita, banyak anak-anak yang kurang peduli dengan kegiatan keagamaannya seperti contoh kurang minat untuk menghafalkan doa-doa sholat dan membaca Al-Quran. 
·                 Relafansi
Hafalan Sholat Delisa sangat layak di tonton bersama dengan keluarga tercinta. Cerita yang terkandung dalam film ini sangat bagus dan sangat baik untuk di terapkan dalam kehidupan beragama dan berkeluarga.




Sinopsis Novel Hafalan Salat Delisa


Novel ini menceritakan seorang anak perempuan berumur enam tahun yang bernama Delisa. Delisa adalah seorang anak yang lugu, polos, dan suka bertanya. Ia anak bungsu dari empat bersaudara dalam keluarganya, kakak-kakaknya bernama Cut Fatimah, Cut Zahra, dan Cut Aisyah. Mereka berdomisili di Aceh, tepatnya di Lhok Nga. Abinya bernama Usman dan uminya bernama Salamah.

Delisa mendapatkan tugas dari Ibu Guru Nur, yakni tugas menghafal bacaan sholat yang akan disetorkan pada hari minggu tanggal 26 Desember 2004. Motivasi dari Ummi yang berjanji akan memberikan hadiah jika ia berhasil menghafalkan bacaan sholat membuat semangat Delisa untuk menghafal. Ummi telah menyiapkan hadiah kalung emas dua gram berliontin D untuk Delisa, sedangkan Abi akan membelikan sepeda untuk hafalan sholatnya jikalau lulus. Pagi itu hari minggu tanggal 24 Desember 2004, Delisa mempraktikkan hafalan sholatnya di depan kelas. Tiba-tiba Gempa bumi berkekuatan 8,9 SR yang disertai tsunami melanda bumi Aceh. Seketika keadaan berubah. Ketakutan dan kecemasan menerpa setiap jiwa saat itu. Namun, Delisa tetap melanjutkan hafalan sholatnya. Ketika hendak sujud yang pertama, air itu telah menghanyutkan semua yang ada, menghempaskan Delisa. Shalat Delisa belum sempurna. Delisa kehilangan Ummi dan kakak-kakaknya. Enam hari Delisa tergolek antara sadar dan tidak. Ketika tubuhnya ditemukan oleh prajurit Smith yang kemudian menjadi mu’alaf dan berganti nama menjadi prajurit Salam. Bahkan pancaran cahaya Delisa telah mampu memberikan hidayah pada Smith untuk bermu’alaf.

Beberapa waktu lamanya Delisa tidak sadarkan diri, keadaannya tidak kunjung membaik juga tidak sebaliknya. Sampai ketika seorang ibu yang di rawat sebelahnya melakukan sholat tahajud, pada bacaan sholat dimana hari itu hafalan shalat Delisa terputus, kesadaran dan kesehatan Delisa terbangun. Kaki Delisa harus diamputasi. Delisa menerima tanpa mengeluh. Luka jahitan dan lebam disekujur tubuhnya tidak membuatnya berputus asa. Bahkan kondisi ini telah membawa ke pertemuan dengan Abinya. Pertemuan yang mengharukan. Abi tidak menyangka Delisa lebih kuat menerima semuanya. Menerima takdir yang telah digariskan oleh Allah.

Beberapa bulan setelah kejadian tsunami yang melanda Lhok Nga, Delisa sudah bisa menerima keadaan itu. Ia memulai kembali kehidupan dari awal bersama abinya. Hidup di barak pengungsian yang didirikan sukarelawan lokal maupun asing. Hidup dengan orang-orang yang senasib, mereka korban tsunami yang kehilangan keluarga, sahabat, teman dan orang-orang terdekat. Beberapa bulan kemudian, Delisa mulai masuk sekolah kembali. Sekolah yang dibuka oleh tenaga sukarelawan. Delisa ingin menghafal bacaan sholatnya. Akan tetapi susah, tampak lebih rumit dari sebelumnya. Delisa benar-benar lupa, tidak bisa mengingatnya. Lupa juga akan kalung berliontin D untuk delisa, lupa akan sepeda yang di janjikan abi. Delisa hanya ingin menghafal bacaan sholatnya.

Akhir dari novel ini, Delisa mendapatkan kembali hafalan sholatnya. Sebelumnya malam itu Delisa bermimpi bertemu dengan umminya, yang menunjukkan kalung itu dan permintaan untuk menyelesaikan tugas menghafal bacaan sholatnya. Kekuatan itu telah membawa Delisa pada kemudahan menghafalnya. Delisa mampu melakukan Sholat Asharnya dengan sempurna untuk pertama kalinya, tanpa ada yang terlupa dan terbalik. Hafalan sholat karena Allah, bukan karena sebatang coklat, sebuah kalung, ataupun sepeda. Suatu ketika, Delisa sedang mencuci tangan di tepian sungai, Delisa melihat ada pantulan cahaya matahari sore dari sebuah benda, cahaya itu menarik perhatian Delisa untuk mendekat. Delisa menemukan kalung D untuk Delisa dalam genggaman tangan manusia yang sudah tinggal tulang. Tangan manusia yang sudah tinggal tulang itu tidak lain adalah milik Ummi Delisa. Delisa sangat terkejut.













































RESENSI NOVEL HAFALAN SHOLAT DELISA


Sinopsis Novel Hafalan Salat Delisa  



Judul                           : Hafalan Sholat Delisa
Pengarang                   : Darwis Tere Liye
Jumlah halaman         : 309 halaman

Buku ini menceritakan kisah seorang anak kecil dari Lhok Nga, Aceh, yang sedang berusaha menghafalkan bacaan sholat. Ummi-nya berjanji akan memberikan kalung indah dengan huruf D sebagai hadiah jika Delisa berhasil menyelesaikan hafalan sholatnya.
26 Desember 2004 adalah hari dimana Delisa dan teman-teman sekolahnya sedang praktik sholat. Saat tiba giliran Delisa maju, saat untuk pertama kalinya ia akan melakukan sholat sempurna. Sebab, ia telah hafal seluruh bacaan sholat. Namun, saat itu juga gelombang tsunami menghempaskan tubuhnya. Meski begitu, ia teringat ucapan sang ustadz bahwa ketika sholat, kita harus khusyuk. Demi menjalankan nasihat itu, meski tsunami menerjangnya ia tetap dalam keadaan sedang sholat.   Dalam keadaan tersebut, saat ia terombang-ambing oleh air bah, ia ingin sujud ! sampai akhirnya ia pingsan dan tersangkut di semak.
Ia akhirnya ditemukan oleh seorang tentara Amerika yang bertugas mengevakuasi korban. Ia melihat tubuh Delisa bercahaya di tempat ia pingsan. Di sekitar tubuh Delisa, semak-semak itu berbunga. Putih bersih. Setelah melihat kejadian itu sang tentara, Smith, menjadi mualaf. Delisa pun dibawa ke kapal induk yang Smith tumpangi.
Disanalah berbagai cerita mengharukan terjadi. Kaki kanannya diamputasi. Delisa juga kehilangan  memori hafalan sholat dan ia berusaha keras mengingatnya. Kisah dimana ia kehilangan ummi dan ketiga kakak perempuannya. Hanya Abi-nya yang masih hidup, sebab saat tsunami melanda bumi Aceh, ia sedang bertugas ke luar negri.
Buku ini sungguh membuka mata kita bahwa keikhlasan dalam beribadah sangat diutamakan. Hal ini dianalogikan dalam kisah Delisa saat ia menghafal bacaan sholat demi kalung dari ummi-nya. Lambat laun, Delisa sadar bahwa dalam menghafal bacaan sholat, ia harus ikhlas. Hanya untuk Alloh. Sama saat ia mengucapkan kata-kata menyejukkan kepada ummi-nya dahulu : “Delisa sayang Ummi karena Alloh”. Makna keikhlasan dituangkan oleh penulis lewat kisah seorang anak kecil yang bahkan belum memahami apa makna keikhlasan. Pun juga kita sebagai pembaca akan terasa sangat tersindir.
Dalam penyajiannya, sang penulis menggunakan sudut pandang ketiga. Hampir sama dengan sudut pandang novel Toto-chan, meskipun isinya jelas berbeda. Namun, perasaan yang dialami oleh Delisa akan sangat jelas terasa. Sehingga, saat kita membaca novel ini, kita seolah menjadi anak kecil dengan pemikiran polos dan keingintahuan yang tinggi. Saat Delisa mengerti makna keikhlasan, kita juga dapat memahami bagaimana seorang anak kecil mampu melakukan ibadah hanya karena Alloh. Bukan karena hadiah, imbalan, atau pujian dari orang lain.
Selain itu, ada beberapa sisi humoris sang penulis yang ikut menjadi bagian dalam cerita ini. Secara keseluruhan, isi buku ini sangat luar biasa. Prolog sederhana yang berisi tentang kehidupan sebuah keluarga yang harmonis lalu tiba-tiba “hancur” karena tsunami. Terdapat kesan “shocking” saat membaca kisah di dalamnya. Air mata pembaca pun terkuras saat memahami kata demi kata yang tertulis. Apalagi epilog saat Delisa berhasil mendapat kalung yang dijanjikan ummi-nya dahulu. Saat itu pula, Delisa tahu bahwa ummi-nya sudah meninggal.
Terdapat pula beberapa catatan semacam footnote yang berisi tentang refleksi diri kita dibandingkan Delisa. Sungguh malu rasanya, sebab apa yang diungkapkan penulis lewat catatan tersebut merupakan gambaran bahwa kita sebagai orang dewasa ternyata memiliki ghiroh yang lemah saat ibadah dibandingkan si kecil Delisa.
Meski novel ini sudah difilmkan, tetap saja membaca dan menonton adalah kegiatan yang berbeda. Sebab, dengan membaca, amanat dan perasaan tiap tokoh dalam novel akan lebih kita pahami. Kita pun dilatih untuk berimajinasi mengenai segala alur dan setting cerita tersebut.

Keunggulan Buku

·        Buku ini disajikan dengan bahasa yang komunikatif.

·        Dengan jalan ceritanya yang sama dengan peristiwa di kejadian nyata, memungkinkan pembaca untuk berimajinasi lebih jauh tentang cerita dari novel itu sendiri.

·        Ceritanya yang universal sehingga dapat diterima oleh semua kalangan.
Banyak terkandung amanat-amanat dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang islami dan penuh kasih sayang.

·        Disertai dengan footnote yang berisi tentang pelajaran yang dapat diambil pembaca dari cerita yang sedang terjadi pada novel tersebut. 

·        Bahan soft cover berkualitas baik tidak mudah robek dan rusak

Kelemahan Buku

·        Masih ada kata-kata yang kurang dapat dimengerti oleh sebagian kalangan, seperti ayat-ayat suci Al-quran, bahasa daerah, dan lain-lain.

·        Kertas yang digunakan pada novel ini masih tergolong kualitas rendah , karena kertas agak tipis dan mudah robek .

·        Di novel ini mempunyai soft cover dengan bahan yang bagus namun gambar yang digunakan dalam cover kurang menarik.



Comments

Popular posts from this blog

Wawancara Bersama Bidan Profesi Mulia

Hallooo.. hi mau posting wawancara aku , febthy dengan bu bidan di salah satu tempat di kota jambi , khususnya didaerah kotabaru. wawancara ini dilakukan saat aku masih kelas 11 SMA di SMAN6 Kota Jambi sebagai Tugas. Kami mencari informasi Pandangan Hidup ibu RR.Tatiek yang sekarang menjadi bidan, bagaimana kisahi bu tersebut hingga menjadi seorang bidan yang melayani masyarakat? yukk baca wawancara kita guys. semoga bermanfaat.... TEMA                             : BIDAN SEBAGAI PANDANGAN HIDUP PEWAWANCARA         : -           INAYAH NOVELIA RIZKI -           FEBTHY DWI AULIA NARASUMBER             : BIDAN RR.TATIEK S. Inayah   ...

BUDAYA TARIAN MELAYU INDONESIA

TARI ZAPIN MELAYU Halloo , aku balik lagi nihh hihihi (so happy) Indonesia sangat beragam macam adat,istiadat dan kebudayaan , salah satunya TARI TRADISONAL adalah salah satu kebudayaan yang ada dlam suatu daerah di DUNIAA. Tarian sudah ditemukan sejak lampau (scroll this out)  Tari zaman prasejarah / zaman primitive Zaman primitif adalah zaman prasejarah yaitu zaman sebelum munculnya kerajaan sehingga belum mempunyai pemimpin secara formal. Zaman primitif ini berkisar anatara tahun 20.000 SM – 400 M. Pada zaman masyarakat primitive ada 2 zaman yaitu zaman batu dan zaman logam. Pada zaman batu kemungkinan tari – tarian hanya diiringi dengan sorak – sorai serta tepukan tangan. Sedangkan pada zaman logam sudah terdapat peninggalan instrument music yang ada sangkut pautnya dengan tari yaitu nekara atau kendang yang dibuat perunggu. Diantara lukisan – lukisan yang menghias nekara itu ada lukisan yang menggambarkan penari yang pada kepalanya dihias bulu – bulu bur...

SISTEM PEMERINTAHAN AFRIKA SELATAN

SISTEM PEMERINTAHAN AFRIKA SELATAN Afrika selatan menerapkan sistem politik demokrasi anti-apartheid. Bentuk negara Afrika Selatan adalah kesatuan dan bentuk pemerintahan republik. Sistem pemerintahan di Afrika Selatan adalah presidensial. Parlemen di Afrika Selatan terdiri dari dua bagian, yaitu majelis nasional dan dewan nasional provinsi. Setiap Provinsi di Afrika Selatan mempunyai satu penggubal undang-undang negeri dan Majelis Eksekutif yang diketuai oleh seorang Perdana Menteri atau “Premier”. 1.     KEDUDUKAN PRESIDEN/RAJA/KAISAR Presiden Afrika Selatan memegang dua jabatan yaitu sebagai Kepala Negara dan juga Kepala Pemerintahan. Ia dipilih sewaktu Majelis Nasional ( National Assembly ) dan Majelis Provinsi-provinsi Nasional ( National Council of Provinces ) bergabung. Lazimnya, Presiden adalah pemimpin partai mayoritas di Parlemen. National Assembly mempunyai 400 anggota yang dipilih melalui pemilu secara perwakilan proporsional. National Counci...