Indonesia sebagai bangsa yang besar dan mempunyai wilayah yang luas baik daratan maupun lautan memiliki tantangan tersendiri untuk menjaga keutuhan dan persatuan serta kesatuan wilayahnya , apalagi posisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki karakteristik perbatasan yang rawan sengketa mengenai daerah perbatasan dengan negara tetangga yang dapat mengancam keutuhan bangsa dan negara indonesia. Salah satu persoalan yang dihadapi akhir-akhir ini yaitu sengketa daerah perbatasan antar dua negara serumpun, Indonesia dan Malaysia .
Indonesia, sebagai negara ASEAN yang memiliki wilayah paling luas tidak berambisiteritorial untuk mencaplok wilayah negara lain. Hal tersebut sangat berbeda dengan negara tetangga Malaysia yang tidak pernah berhenti untuk memperluas wilayahnya dengan mengakui sisi pulau-pulau dalam sengketa dan memindah-mindahkan patok perbatasan darat seperti yang dilakukan oleh Malaysia terhadap Indonesia di mana titik-titik perbatasan darat Indonesia – Malaysia di Pulau Kalimantan selalu digeser oleh Malaysia.
Akibat dari aktivitas ilegal Malaysia itu wilayah Indonesia semakin sempit sementara wilayah Malaysia semakin luas. Perkembangan terakhir dalam konsep strategi maritim Malaysia (dengan membangun setidaknya tiga pangkalan laut besar di Teluk Sepanggar, Sandakan dan Tawau) menunjukkan bahwa mereka semakin serius “mengarah ke timur” alias ke perairan antara Kalimantan dan Sulawesi.
Sengketa lokasi perbatasan antara Indonesia dan Malaysia sudah berlangsung lama,di Kalimantan saja setidaknya terdapat sepuluh lokasi perbatasan seluas 4.800 hektar yang diklaim secara sepihak oleh Malaysia.
Di Kalimantan, sebagian lokasi perbatasan yang masih menjadi sengketa terdapat di Kalimantan Barat, seperti di Tanjung Datu, Gunung Raya, Sungai Buah, dan Batu Aum. Sebagian lainnya terdapat di Kalimantan Timur, seperti Sungai Simantipal. Sungai Sinapad, dan Pulau Sebatik.
Permasalahan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Timur
Selama beberapa puluh tahun ke belakang masalah perbatasan memang masih belum mendapat perhatian yang cukup serius dari pemerintah. Hal ini tercermin dari kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan kawasan perbatasan dan lebih mengarah kepada wilayah-wilayah yang padat penduduk, aksesnya mudah, dan potensial, sedangkan kebijakan pembangunan bagi daerah-daerah terpencil, terisolir dan tertinggal seperti kawasan perbatasan masih belum diprioritaskan.Dengan adanya usaha dan kebijakan pemerintah dalam percepatan pembangunan perbatasan maka pembangunan daerah perbatasan selama ini merupakan salah satu kawasan yang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan secara khusus dalam berbagai bidang pembangunan di Indonesia khususnya daerah perbatasan yang berada di Kalimantan timur.
Wilayah perbatasan Kalimantan Timur memiliki arti yang sangat penting baik secara ekonomi, geo-politik, dan pertahanan keamanan karena berbatasan langsung dengan wilayah negara tetangga (Sabah) Malaysia yang memiliki tingkat perekonomian relatif lebih baik. Potensi sumber daya alam yang dimiliki di wilayah ini cukup melimpah, namun hingga saat ini relatif belum dimanfaatkan secara optimal. Di sisi lain, terdapat berbagai persoalan yang mendesak untuk ditangani karena besarnya dampak dan kerugian yang dapat ditimbulkan.
Ketertinggalan secara ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat perbatasan Kalimantan Timur juga dipicu oleh minimnya infrastruktur dan aksesibilitas yang tidak memadai, seperti jaringan jalan dan angkutan perhubungan darat maupun sungai masih sangat terbatas, prasarana dan sarana komunikasi seperti pemancar atau transmisi radio dan televisi serta sarana telepon relatif minim, ketersediaan sarana dasar sosial dan ekonomi seperti pusat kesehatan masyarakat, sekolah, dan pasar juga sangat terbatas. Kondisi keterbatasan tersebut akan semakin nyata dirasakan oleh masyarakat perbatasan ketika mereka membandingkan dengan kondisi pembangunan di negara tetangga Malaysia.
Kalimantan Timur merupakan salah satu kawasan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia. Dimana dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Kalimantan Timur terdapat tiga kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia yaitu: Kabupaten Nunukan dengan 6 Kecamatan (Kecamatan Krayan, Kecamatan Krayan Selatan, Kecamatan Lumbis, Kecamatan Sebuku, Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Sebatik), Kabupaten Kutai Barat dengan 2 Kecamatan (Kecamatan Long Apari dan Kecamatan Long Pahangai) sedangkan untuk Kabupaten Malinau dengan 5 Kecamatan yaitu kecamatan Kayan Hulu, Kecamatan Kayan hilir, Kecamatan kayan Selatan, Kecamatan Pujungan dan Kecamatan Bahau Ulu.
Disparitas pembangunan khususnya di daerah perbatasan dan non-perbatasan yang masih terjadi memang merupakan akumulasi dari berbagai masalah yang sangat kompleks antara lain meliputi:
– Model paradigma pembangunan di masa pemerintahan Orde Baru yang memang sangat kurang memperhatikan pembangunan daerah, khususnya pembangunan daerah-daerah perbatasan.
– Letak geografis yang tidak menguntungkan dan jauh dari pemukiman perkotaan.
– Kurangnya sarana dan prasarana trasnportasi serta komunikasi sehinggga mengakibatkan kecamatan tersebut terisolir, terpencil, dan terbelakang dari orbit kegiatan sosial dan ekonomi.
– Lemahnya SDM yang diakibatkan karena minimnya pendidikan yang diperoleh masyarakat serta kurangnya transportasi dan komunikasi.
– Karena sulitnya transportasi mengakibatkan kebutuhan pokok masyarakat harganya menjadi mahal, di lain pihak hasil-hasil produksi masyarakat di bidang pertanian tidak dapat dipasarkan ke kota.
Kondisi daerah perbatasan seperti yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa letak geografis daerah perbatasan sangatlah tidak menguntungkan. Hal ini mengakibatkan kehidupan masyarakat setempat serta pembangunan wilayah perbatasan masih sangat terbatas dan relatif tertinggal jauh apabila dibandingkan dengan daerah-daerah yang terletak dekat dengan pusat pemerintahan. Hal ini mengisyaratkan bahwa diperlukannya peningkatan keserasian pembangunan daerah perbatasan dengan daerah lain.
Ketahanan nasional di daerah perbatasan memiliki peran penting dan juga rentan terhadap masuknya berbagai pengaruh negatif baik dari segi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan ideologi serta menjadi “tameng” bagi pertahanan dan keamanan negara.
Upaya pembangunan yang saat ini sedang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia, menghadapi problematika pembangunan yang cukup berat dan kompleks, seperti:
a. Kesenjangan dalam perkembangan sosial ekonomi yang mencolok antar wilayah desa, antar desa dan kota, dan antar sektor ekonomi.
b. Kurangnya peranan dan keterkaitan sektor modern terhadap sektor tradisional.
c. Terbatasnya sumber daya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas.
d. Masih rendahnya tingkat aksesibilitas wilayah dan kurangnya kemudahan terhadap fasilitas berusaha sehingga menjadi kendala untuk menarik investasi.
e. Terbatasnya infrastruktur berupa sarana dan prasarana transportasi.
f. Keadaan topografi yang berat, sebagian besar bergunung-gunung, sehingga sulit dijangkau oleh program pembangunan.
Pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten dan Provinsi Kalimantan Timur khususnya dalam upaya membuka keterisoliran desa-desa yang berada di perbatasan, merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat oleh karena itu maka pembangunan sarana transportasi merupakan prioritas utama yang diarahkan pada peningkatan peranannya sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dengan meningkatkan sarana dan prasarana transportasi agar tercipta keterpaduan bangsa antar sektor dan wilayah guna memantapkan sistem transportasi nasional terpadu, tertib, lancar, aman, nyaman, cepat, terjangkau oleh masyarakat serta efektif, efisien dalam mendukung pola produksi dan distribusi nasional, pengembangan wilayah khususnya Kawasan Timur Indonesia serta sektor-sektor perekonomian lainnya dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dengan mendorong peran aktif masyarakat.
Dengan melihat kenyataan ini maka pembangunan transportasi pada daerah perbatasan perlu mendapatkan perhatian dan menjadi prioritas utama dari pemerintah khususnya untuk memecahkan permasalahan “keterbelakangan, ketertinggalan, dan keterisoliran” agar dapat menunjang distribusi hasil produksi daerah perbatasan ke daerah lainnya.
Permasalahan besar yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan khususnya di tiga Kabupaten yang ada di kalimantan Timur dan terletak di perbatasan tersebut, antara lain disebabkan oleh letak geografis yang sebagian besar dimiliki oleh kabupaten sebagai daerah perbatasan sangat terpencil sehingga pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang dapat dilakukan masih sangat minim.
Dimana hampir seluruh kawasan kecamatan/desa yang ada di perbatasan hanya dapat dijangkau dengan menggunakan pesawat udara.
Hal ini disadari bahwa dalam proses pembangunan, dalam konteks pencapaian keberhasilan, merupakan suatu tujuan yang terus-menerus diupayakan mengingat hakekat pembangunan adalah melakukan perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju kepada kondisi yang lebih baik lagi. Secara umum, Kalimantan Timur masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang cukup berat, diantaranya meliputi:
Kualitas SDM belum memadai, pelayanan kesehatan dan pendidikan masih terbatas, sehingga penduduk setempat tidak kompetitif dengan para pendatang yang umumnya memiliki keterampilan.
Tingkat pengangguran di Kalimantan Timur telah mencapai 7% dari total angkatan kerja (1.155.770 orang). Pengangguran tersebar di 6 Kabupaten/Kota. Tertinggi terdapat di 4 Kota masing-masing Balikpapan, Samarinda, Tarakan dan Bontang.
Di Kalimantan Timur juga masih terdapat penduduk miskin sebanyak 328.597 orang atau 12,15% dari total penduduk tahun 2003.
Terbatasnya pelayanan jasa transportasi yang disebabkan oleh terbatasnya infrastruktur jalan, sarana dan prasarana perhubungan darat, laut, dan udara, serta sarana dan prasarana permukiman.
Kerusakan lingkungan hidup, akibat penebangan hutan yang tidak terkendali, kegiatan pertambangan dan industri yang kurang memperhatikan dampak lingkungan, kesadaran masyarakat yang kurang peduli terhadap kelestarian lingkungan, serta lemahnya penegakan hukum terhadap penyebab pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Kesenjangan pembangunan daerah perbatasan dengan Malaysia, menimbulkan kerawanan-kerawanan di bidang sosial ekonomi, keamanan, dan kedaulatan negara oleh karena terdapat perbedaan yang menyolok dengan daerah perbatasan wilayah Negara Malaysia. Demikian pula pembangunan daerah pedalaman yang relatif tertinggal dibandingkan daerah pesisir menimbulkan kesenjangan antar wilayah.
Sedangkan khusus yang menyangkut kondisi obyektif wilayah perbatasan, permasalahan yang dihadapi oleh Propinsi Kalimantan Timur antara lain:
Rendahnya tingkat ekonomi masyarakat yang berdampak pada tingginya tingkat kesenjangan wilayah dibandingkan dengan kawasan perbatasan Negara Tetangga.
Terbatasnya sarana dan prasarana dasar, transportasi dan telekomunikasi yang berdampak pada rendahnya tingkat aksesibilitas serta keterisolasian dari wilayah sekitarnya.
Globalisasi ekonomi dan sistem perdagangan bebas menyebabkan produk-produk lokal kurang mampu bersaing dengan produk-produk wilayah lainnya.
Derajat kesehatan, pendidikan dan keterampilan penduduk umumnya masih rendah.
Pemekaran wilayah belum diikuti dengan dukungan sarana dan prasarana serta aparatnya.
Rawan terhadap disintegrasi bangsa dan pencurian sumberdaya alam yang berdampak pada kerusakan ekosistem alam dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Terancam akan berkurangnya luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dampak eksodus Tenaga Kerja Indonesia yang terusir dari Sabah Malaysia yang tidak tertangani secara tuntas dapat menimbulkan kerawanan masalah-masalah sosial.
Dari perkembangan kondisi aktual yang ada di lapangan, paling tidak terdapat 3 (tiga) issu yang paling menonjol, yakni:
Konflik Perbatasan,
Illegal Logging, dan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Pertama : Konflik Perbatasan
Sebagaimana diketahui bahwa saat ini telah diberitakan konflik penetapan konsesi eksplorasi minyak antara Malaysia dan Indonesia. Oleh Malaysia konsesi tersebut diberikan kepada Perusahaan Pertambangan Minyak Inggris/ Belanda, yaitu Shell yang ditetapkan sebagai Blok ND7 dan ND yang merupakan bagian dari Blok XYZ. Sementara indonesia menetapkan sebagai Blok Bukat (1998) dan Blok Ambalat (1999) yang konsesinya diberikan kepada ENI (Italia) dan kemudian Blok East Ambalat (2004) kepada Unocal (Amerika Serikat). Untuk memantapkan batas pengelolaan laut, Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur telah bekerjasama dengan Bakosurtanal untuk membuat Peta Batas Pengelolaan Laut oleh Daerah berdasarkan UU Nomor 32 tahun 2004, namun belum mencantumkan garis batas ZEE.
Kedua : Illegal Logging
Sampai saat ini pencurian kayu (Illegal Logging) dan Perdagangan Kayu Ilegal masih marak dan belum dapat diberantas secara tuntas, walaupun berbagai upaya telah dilakukan, seperti melalui kegiatan: TKK (Tim Khusus Kehutanan), TPHT (Tim Pengamanan Hutan Terpadu), Operasi Wana Laga, Operasi Wana Bahari, Operasi Hutan Lestari I, Operasi Fungsional Jajaran Kehutanan, serta Operasi POLRI. Dari hasil operasi POLRI, temuan dan kayu yang disita pada tahun 2002 sebanyak 84 kasus dengan volume 31.680,33 m3; tahun 2003 sebanyak 108 kasus, 107.299 m3; dan tahun 2004 dengan 103 kasus dengan 109.327,13 m3 (termasuk hasil operasi hutan lestari I sejumlah 101.416,00 m3). Sedangkan temuan Kayu Illegal Logging yang berasal dari operasi Dinas Kehutanan, masing-masing tahun 2002 sebanyak 48.053,98 m3; tahun 2003 sebanyak 1.981,39 m3; tahun 2004 sebanyak 41,84 m3.
Sementara itu dilihat dari faktor pendorongnya, penyebab illegal logging lebih banyak disebabkan karena:
Kesenjangan antara penawaran dan permintaan. Dari Kuota produksi kayu sebesar 1,5 juta m3, belum dapat dipenuhi kebutuhan industri pengolahan kayu sebesar 5 juta m3 per tahun.
Lemahnya penegakan hukum.
Kurangnya koordinasi antara instansi terkait.
Terbatasnya dana untuk pengawasan dan patroli serta sarana dan prasarana transportasi.
Ketiga : Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Terkait dengan pelaksanaan pengiriman dan pemulangan TKI ke daerah asal, dapat dilaporkan sebagai berikut: 1. Terdapat 34 cabang PJTKI yang beroperasi di daerah ini, sedangkan kantornya berada di Jakarta, sehingga menyulitkan proses pengadministrasian TKI. 2. Berdasarkan data terakhir jumlah TKI yang pulang dari Malaysia melalui Kabupaten Nunukan sejak Oktober 2004 sampai saat ini sebanyak 74.702 orang.Selanjutnya dari 74.702 orang TKI, sebanyak 25.390 orang telah kembali bekerja di Malaysia, berada dipenampungan PJTKI sampai saat ini 6.455 orang dan yang ada di Barak Satgas Mambunut sebanyak 620 orang. Sedangkan sisanya 42.237 dipulangkan ke masing-masing daerah asal.
Konsep Penanggulangan Keamanan di Wilayah Perbatasan
Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara geografis dan demografis berbatasan langsung dengan negara tetangga dan atau laut lepas. Kawasan perbatasan terdiri dari kawasan perbatasan darat dan laut, yang tersebar secara luas dengan tipologi yang beragam, mulai dari pedalaman hingga pulau-pulau kecil terdepan (terluar).
Permasalahan utama yang masih terus dialami hingga saat ini oleh daerah di perbatasan Kalimantan Timur, antara lain: keterisolasian wilayah, infrastuktur dasar, kesejahteraan ekonomi masyarakat. Daerah perbatasan Indonesia umumnya merupakan daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dengan aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang spesifik. Daerah perbatasan yang sangat terpencil dan sulit terjangkau serta aksesibilitas perhubungan yang belum memadai, menyebabkan keterisolasian wilayah.
Permasalahan-permasalan ini tentu saja menjadi faktor yang menghambat laju pembangunan daerah perbatasan seperti kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Nunukan. Selain persoalan di atas, tingkat kesejahteraan masyarakat perbatasan juga menjadi permasalahan utama di kawasan perbatasan Indonesia. Tingginya keluarga miskin di kawasan perbatasan adalah implikasi dari rendahnya kualitas sumber daya manusia, minimnya infrastruktur sosial ekonomi, rendahnya produktivitas masyarakat dan belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam. Landasan hukum menjadi dasar dari berbagai kebijakan dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pertahanan di wilayah perbatasan darat, laut dan udara, sehingga dapat terwujudnya eksistensi suatu negara yang ditandai dengan terlindunginya kedaulatan penduduk dan wilayah dari berbagai jenis ancaman, dan masyarakat mampu mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapinya.
Upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia
Berikut Merupakan Upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia Dalam Menangani Keamanan di Perbatasan Nunukan.
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Nunukan Tahun 2005-2025
Arah pengembangan kawasan strategis ekonomi dalam RPJMN 2005-2025 adalah mendorong pembangunan kawasan strategis dan kawasan cepat tumbuh lainnya sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki skala aktivitas ekonomi yang berorientasi pada daya saing nasional dan internasional sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu „sistem wilayah pengembangan ekonomi‟ yang sinergis melalui keterkaitan mata-rantai proses industri dan distribusi.
Pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang sebagai beranda depan negara dan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan nasional.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 memiliki rumusan yang cukup memadai berkaitan dengan pengelolaan perbatasan. Di dalam Undang-Undang itu ditegaskan bahwa pemerintah memiliki orientasi pengembangan wilayah perbatasan dari cara pandang yang berorientasi ke dalam menjadi cara pandang yang berorientasi ke luar sebagai pintu gerbang ekonomi dan perdagangan. Hal itu tertuang dalam Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, Bab IV.1.5, Mewujudkan Pembangunan yang Lebih Merata dan Berkeadilan, butir (4) berbunyi: Wilayah-wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi ke dalam menjadi berorientasi ke luar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan. Perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian.
Pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), sebagai tindak lanjut dari UU No. 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara merupakan komitmen pemerintah yang kuat untuk membangun wilayah perbatasan. Pembentukan BNPP diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang ada di wilayah-wilayah perbatasan agar supaya masyarakat di wilayah tersebut bisa ikut menikmati pembangunan.
Pembentukan BNPP yang diajukan oleh DPR RI pada bulan Februari 2007 ini bertugas melaksanakan wewenang sebagai berikut :
BNPP menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan dan mengkoordinasikan pelaksanaannya, serta melaksanakan evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan.
BNPP juga menyusun dan menetapkan rencana induk dan rencana aksi pembangunan, mengkoordinasikan penetapan kebijakan dan pelaksanaan pembangunannya, mengelola dan memanfaatkan, mengelola dan memfasilitasi penegasan, pemeliharaan dan pengamanan, menginventarisasi potensi sumber daya dan rekomendasi penetapan zona pengembangan ekonomi, pertahanan, sosial budaya, lingkungan hidup dan zona lainnya, menyusun program dan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana perhubungan dan sarana lainnya, menyusun anggaran pembangunan dan pengelolaan, melaksanakan, mengendalikan dan mengawasi serta evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan.
Disamping itu, pemerintah membentuk badan-badan perbatasan di setiap provinsi/kabupaten/kota yang berbatasan dengan negara lain, sebagaimana diatur oleh Permendagri Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembentukan BPP di Daerah. Tujuannya, untuk melaksanakan kebijakan pemerintah dan menetapkan kebijakan lainnya dalam rangka otonomi daerah dan tugas pembantuan, melakukan koordinasi pembangunan di kawasan perbatasan, melakukan pembangunan kawasan perbatasan antar-pemerintah daerah dan/atau antara pemerintah daerah dan pihak ketiga.
Kesimpulan
Pengembangan kawasan perbatasan merupakan upaya untuk mewujudkan hak kedaulatan NKRI sebagai sebuah negara yang merdeka. Oleh karena itu, ruang lingkup pengembangan kawasan perbatasan terkait erat dengan persoalan penyelesaian batas wilayah negara Indonesia dengan negara-negara tetangga yang amat strategis bagi Indonesia dari segi geo-politik dan geo-strategis.
Penyelesaian persoalan perbatasan secara damai dan upaya pengembangan kawasan perbatasan berikut penanganan masalahnya akan memperkuat efektivitas pelaksanaan politik luar negeri dan diplomasi untuk mencapai tujuannya sebagaimana yang ditetapkan dalam pembukaan UUD 1945.
Pengembangan kawasan perbatasan juga diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan, yang karena lokasinya yang terpencil dan jauh dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal ini juga sangat penting ditinjau dari aspek ketahanan bangsa. Aspek keamanan itu sendiri tidak semata-mata membicarakan aspek keamanan secara sempit yang melibatkan ancaman konvensional seperti invasi militer negara lain namun secara lebih kompleks, yakni keamanan manusia (human security) secara nasional yang meliputi aspek sosial, ekonomi, bahkan politik.
Saran
Melalui upaya pengembangan kawasan perbatasan ini, diharapkan berbagai bentuk pencurian kekayaan sumber daya alam dan budaya Indonesia tidak akan terjadi. Hal ini memerlukan kerjasama yang erat dari semua pihak secara sinergis, baik antar instansi di tingkat pusat maupun antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Masing-masing pihak mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda satu sama lain, namun secara bersama-sama semuanya menyatu pada upaya membangun wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kuat, berdaulat dan sejahtera. Kesan kurangnya perhatian dari Pemerintah terhadap kawasan perbatasan selalu dikaitkan dengan pendekatan pembangunan yang digunakan dimasa lampau, yang lebih menekankan pada keamanan (security) dibanding dengan peningkatan kesejahteraan (prosperity).
Kawasan perbatasan merupakan kawasan yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara, kebijakan pembangunan jangka menengah diarahkan pada upaya untuk pengembangan kawasan perbatasan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking. Orientasi outward looking dimaknai kedalam upaya-upaya untuk memanfaatkan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Adapun pendekatan pembangunan yang dilakukan selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan, termasuk pendekatan lingkungan.
Sumber Referensi
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan BKKBN. Kesejahteraan dan Keamanan Penduduk di Wilayah Perbatasan Indonesia. http://www. bkkbn.go.id/kependudukan /DITDAMDUK /Policy%20Brief/ (keamanan%20perbatasan)_opt.pdf (di akses pada17 Mei 2016 pukul 14:15:05 WIB)
Octavia Ervina. H. 2013. Upaya Pemerintah Indonesia Dalam Menangani Masalah Keamanan di Perbatasan Indonesia-MalaysiA. dalam http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/10/eJournal%20(10-31-13-05-47-55).pdf (di akses pada17 Mei 2016 pukul 14:15:05 WIB)
Drs. M. Tarno Seman, M.Si.2 dan Drs. Sumanto, M.Si. 2014. Permasalahan dan Rencana Pengembangan Kawasan Perbatasan Di Provinsi Kalimantan Timur. Dalam http://download.portalgaruda.org/article.php?article=250669&val=6702& (di akses pada 22 Mei 2016 pukul 21:12:10 WIB
www.belanegarari.com diakses pada desember 2016
Comments
Post a Comment