Dulu gue hampir di ghosting sama pacar sendiri hehe, a year ago hubungan kita emang bener-bener di titik terendah karena kita LDR (long distance relationship), sebelum terjadinya hampir "ghosting" ini kita memang sering sekali debat, mood-swing, selalu ada masalah yang menumpuk dan disini kita kurang sekali komunikasi secara asertif, dimana ya we're gonna be pasive and let them go aja tanpa mikir dampak besarnya kedepan apa dan yang gue pikirin saat itu 'yang penting udahlah dia tetap dengan gue dan masalah ini, perasaan gue let it go nanti lupa sendiri' ya so shallow and dumb ass my fucking mind-set. Hari-hari berjalan seperti biasa, dengan mood seperti biasa dan normal tanpa adanya masalah dari sisi gue sendiri nothing problem at all, kita juga chatingan walaupun ga sesering biasanya karena kesibukan masing-masing, tapi disini lah puncaknya. Tiba-tiba tanpa kabar dia gak ada balas chat dari gue sama sekali, gue tahu di sibuk karena lagi KKN jadi gue berusaha ga terlalu hit up dia di chat takutnya malah jadi annoying kan, jadi gue biarin sehari sampai 3 hari, but kenapa gak ada respon sama sekali? wah disitu gue mulai kebingungan dan panik juga, karena ga biasanya begini, gue kenal dia orangya bakal sempatin waktu walaupun sesibuk-sibuknya dia, but there is different dengan keadaan hubungan yang udah too worst and broke, kita jadi buat gap kehubungan kita. End up gue dengan ego nya buat untuk tidak follow up kabar dia juga, karena tadi gue ga direspon dan dia hilang tiba-tiba tanpa kabar. disini lah defense-mechanism gue secara alamiah untuk bodo amat juga dan gue yaudah fokus sama kerjaan gue, ya padahal dalam hati gue overthinking ga karuan.
Hampir sebulan dia hilang gitu aja tanpa kabar gue masih nunggu dan setidaknya ada basa basi, dengan gampangnya juga dia tiba-tiba respon gue, secara saat itu kita gak ada kata-kata putus, ya lempeng aja gitu flat. He's send me back just called my name, and no explaination. What?! apa-apaan banget kan ga ada maaf dan penjelasan, akhirnya karena gue ga bisa nahan emosi lagi, gue ungkapin aja semua yang gue rasain dan gue tanya ke dia kenapa hilang tanpa kabar sama sekali, ya akhirnya dia jelasin dan tetap aja gue manusia biasa dengan denial nya, gue countering balik penjelasannya dia, wah ternyata ga selesai-selesai masalahnya ya, bener-bener worst communicstion banget jadinya.
Beberapa waktu kemudian kira-kira 1 or 2 weeks after disaat kita berdua tenang, kita coba buat komunikasi dengan baik dan menjelaskan tanpa amarah ataupun emosi, disini kita belajar buat saling mendengarkan, belajar buat mengungkapkan perasaan masing-masing secara tulus dan apa adanya. Misalnya gue ga suka dnegan dia ga ngabarin gue lewat 24 jam, ya gue harus belajar ungkapin rasa itu ke dia bukannya diam dan terima aja gitu, dan yang terpenting komunikasi secara asertif itu penting sekali untuk problem relationship seperti ini. Dari sini lah gue tahu ternyata ada beberapa alasan kenapa dia mengambil sikap itu, dan alasan itu sebenarnya itu harusnya bukan jadi masalah dan buat gue tidak terima, karena that is choice and his life, itu haknya dia. Disini lah gue mulai merubah mindset dan mental model gue, karena kita ga bisa menilai dan melabeli seseorang, jadi kita harus sama-sama melihat suatu case atau masalah dari kacamata terbesar dahulu, secara general, lalu dengan kacamata yang berbeda dari kita, lalu kita intropeksi dan develop our mindset lebih postive, mindful and insightful. Gue akhirnya paham betul problem solving itu harusnya bagaimana dan sekarang lebih wise dalam menyikapi suatu masalah beserta mitigasi nya.
Okay, think again.
Contoh lain, jika ada orang lain yang naksir pacarmu, dan kirim-kirim text flirting, apakah ini problem-mu ?
Bagaimana jika seseorang pergi tanpa pamit dahulu dengan mu. Sebenarnya ini juga bukan problem-mu.
Jawabannya sekali lagi Tidak, orang itu tidak punya kewajiban untuk memberi alasan terhadap kamu. Walaupun bisa saja, kamu mengambil sikap untuk orang tersebut dengan marah atau blaming diri sendiri, tapi nyatanya itu hanya sebuah realita sehingga itu sama sekali bukan jadi problem-mu, terlebih jika kamu bisa mengambil sikap "Tanpa ekspektasi" and let it be maka ya kamu akan berpikir ulang untuk menyalahkan dirimu karena tidak ada hubungannya dengan masalah mu itu hehe.
Jadi sebenarnya emosi yang kita rasakan saat itu adalah cara kita melihat sebuah raelitas tersebut. Jika kamu ambil emosi negatif dari realita itu alhasil negatif juga sudut pandang dan cara berpikir kamu, dan sekali lagi apa yang kamu lihat dan pikirkan bukanlah realita yang sebenarnya melainkan hasil emosi kalian sendiri. Kalau ingin mengubah emosi tersebut ubah juga konstruktif berpikirnya secara logis, pentingnya berpikir menggunakann framework yang tepat untuk solving real problem, jika perihal ghosting sendiri bagaimana? balik lagi sebenarnya simple kebiasaan "ghosting" seseorang yang tertuju terhadap kamu itu bukan "problem-mu", jadi yang di ubah adalah mental model kalian, perspektif dan pov kalian terhadap sesuatu. Pikiran yang menciptakan Ekspektasi bukanlah Realita yang sesungguhnya, jadi jangan dibuat kebalik ya.
jonathanend.instagram |
Comments
Post a Comment